Kasihan Nasib Kotak Pos Surat: Berakhir Lho!



Kirim mengirim surat cinta pada 1990-an masih menjadi primadona untuk berinteraksi dengan sang pacar. Namun, kini ketika merajalelanya mobile phone dan perangkat internet ternyata telah mematikan fungsi sebagian kotak surat bertuliskan POS INDONESIA. Saya pun kini tidak kebagian lagi tradisi tulis menulis melalui surat menyurat. Dosen saya di UIN Bandung, Dr. H. Agus Ahmad Syafei, M.Ag, malahan mengakui bahwa surat menyurat telah menjadikannya piawai menulis buku dan artikel. Berkat surat cintanya yang selalu dikirim kepada sang pacar (kini sudah menjadi istrinya) dia mengaku kemampuan menulis mulai terasah.

Seorang penulis, selalu saja diawali dengan kisah cinta membahagiakan dan memilukan. Bahkan, ada kawan saya yang sesama penulis, selalu mengirim surat cinta kepada setiap gadis cantik sebanyak 22 kali. Dari 22 kali surat itu tak ada satu pun yang diterima oleh pujaan hatinya. Untung, katanya, saya selalu ditolak perempuan. Coba kalau tidak! Saya tak akan pernah seperti sekarang ini: bisa menulis dan menghasilkan uang dari menulis.

Surat juga telah menghubungkan seorang anak dan orang tuanya yang kebetulan berjauhan karena sedang menimba ilmu. Ketika kita tidak sedang memiliki uang dan sedang dalam kondisi kangen kepada mereka, surat saat itu menjadi media pas untuk berbagi kondisi dengan mereka. Soal cinta, soal pelajaran, soal guru atau dosen yang galak, bahkan soal tidak punya uang lagi untuk beli makanan dan ongkos berangkat.

Tetapi kini ketika saya menyempatkan melihat kotak surat berwarna oranye tua itu. Tak lagi terlihat gagah dan perkasa. Tak terlihat lagi terurus. Di pinggir-pinggir kotak surat itu hanya terdapat coretan yang membentuk sebuah kata “Good by” untuk kebiasaan surat menyurat. Saat saya pertama kali memutuskan untuk menjadi penulis, jasa pelayanan POS INDONESIA sangat bermanfaat. Saya akan mengirimkan 3-4 artikel untuk sebuah media kabar. Ketika artikel kita tidak dimuat, dan dikembalikan redaksi; akan ada coretan/catatan yang menandakan bahwa artikel itu telah melalui tahapan seleksi. Dengan begini saya dapat belajar dan memeriksa diksi yang tak pas dalam sebuah artikel. Tak hanya itu saya juga akan mendapatkan saran berharga dari sang redaktur.

Ketika memasuki 2007 maka kebiasaan berkirim surat itu tak lagi dilakukan warga, termasuk saya. Saya tidak lagi mengirimkan artikel menggunakan jasa antar POS. Dengan kemudahan yang super cepat, saya cukup menggunakan satu alamat email untuk berkirim naskah artikel. Saya juga dapat menghemat biaya, sebab dapat mengirimkan beberapa artikel dengan hanya ngerental jasa internet sebesar 3000 perak. Coba kalau menggunakan jasa pelayanan Pos. Boleh jadi sepuluh artikel plus biaya ngeprint menghabiskan sekitar 16000 rupiah. Belum lagi sering lamanya penyampaian surat kepada alamat yang dituju menjadikan industri jasa pengantaran PT POS INDONESIA mulai meredup. Selain itu juga perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah demikian massif, sehingga tak salah kalau kotak pos surat di daerah Cibiru tidak seramai 1990an.

Kalau saja tidak mau berakhir tragis, saya hanya berharap berimprovisasi dan berinovasilah wahai PT POS INDONESIA. Manfaatkanlah kemudahan bermedia di era cyber ini. Sebagai jasa pelayanan, PT POSINDONESIA dapat menggandeng komunitas-komunitas yang banyak bertransaksi secara online. Tentunya bekerjasama dengan mereka dalam memberikan layanan jasa antar barang yang cepat dan tepat. Jangan terjadi surat atau barang telat nyampe. Bahkan ada kasus, surat-surat tidak pernah sampai ke tempat tujuan malahan balik lagi ke sang pengirim. Selamat berkarya PT POS INDONESIA.

sumber 

0 comments:

Posting Komentar

 
Copyright © 2011 Catatan Si Wahyu designed by Cara & Qecak Media.